Jumat, 10 Januari 2014

Catatan Singkat Saat Ujian


Jam ditangan menunjukkan pukul  5 sore saat Dita berada dikos dan berlelah ria karena kuliah yang berjubel padatnya. Dita merebahkan perlahan badannya. Menghayalnya serunya jika berlibur kesuatu tempat yang belum pernah dikunjungi. Dua menit, 10 menit masih bertahan merebahkan diri. Tiba-tiba ponsel Dita berdering dan tertulis nama Gama, sebagai penghubung. Gama adalah sosok yang Dita tunggu untuk menelpon, minimal ber’say hai’ semenit dua menit, karena memang special. :D

Dita mengangkatnya, diseberang terdengar suara berat Gama ditengah keramaian. Dimana? Membuat DIta penasaran diawal. Gama mengabarkan bahwa dia sudah berada distasiun kereta dikota Dita menimba ilmu. Tanpa kabar sebelumnya. Memberi kejutan mungkin. Gama meminta Dita untuk cepat menemuinya. Tanpa persiapan apapun dengan memakai hem hitam dan rok batik yang ia kenakan kuliah seharian ini. Sambil meminjam helm salah satu teman kos segera menancapkan gas motornya menuju stasiun kereta. Tidak sampai 16 menit Dita berada dihalaman stasiun dan samar melihat sosok Gama yang kurang lebih 9 bulan tidak ia lihat. Terlihat sedikit asing, tapi merasa tidak takut untuk mendekati.

Hai. Adalah kata yang Gama ucapkan. Dita menanyakan langsung kenapa bisa datang tanpa memberikan kabar. Mumpung libur, ada kesempatan, sekalian kasih kejutan buat sipacar, itulah yang Gama jawab. Gama mengajak untuk makan malam, hal yang sering Dita lakukan dengan Gama, dulu. Sambil terus mengendarai motor dengan arahan Dita. Malam ini seperti mimpi, itu yang selalu diucapkan Dita saat menunggu pesanan makanan. Gama menceritakan pengalaman barunya ditempat orang. Tidak banyak yang Dita ceritakan. Dita hanya bisa mengucapkan jika dia senang. Namun Gama menceritakan bahwa ia juga memesan tiket kereta dengan tujuan tempat kerja barunya itu pada pukul 11 malam. Malam ini juga? Tanya Dita berharap hanyalah canda Gama. Maaf hanya seperti ini yang hanya aku bisa. Lelah tidak akan ada asal kamu tetap menjaga apa yang sudah kita punya. Hanya satu kalimat Gama yang bisa Dita ingat dengan jelas. Sehabis berjalan-jalan dengan motor dan membeli roti untuk bekal Gama selama 6 jam berkereta selanjutnya, mereka menuju stasiun satu jam sebelum keberangkatan. Dita hanya ingin lebih banyak berbagi tanpa ada pembatas jarak lagi, tapi Gama mengingatkan bahwa ini hanyalah soal waktu, akan ada saatnya jarak itu hanyalah sejarah. Percaya. Dita percaya.

Hanya bisa berseru bahwa DIta ingin membalas pengorbanan yang diberikan Gama dengan membalas keberangkatan ke tempat Gama bekerja. Gama melarangnya bahwa perjalanan ini hanya untuk pria. Sambil tersenyum dan berusir pergi. Tanpa diminta Dita meneteskan air mata dan berjanji tidak akan menanti karena Dita tau bukan hanya dia yang menunggu tapi ada Gama yang juga tak henti berharap untuk berjuang.

Menuju perjalanan pulang, DIta menatap lurus jalan seakan tak percaya tindakan nekat yang dilakukan Gama. Sambil terus mengayuh gas ditangannya menuju kos. Sayup jauh terlihat pemandangan yang aneh. Sekelompok orang mengerjakan banyak tindakan. Tidak jelas. Dan tiba-tiba berada ditempat tidur. Mimpi.

Mau kecewa, salah, karena hanya mimpi. Mau senang, salah, karena hanya mimpi. Dita terduduk sejenak. Terdiam. Entah antara mimpi ini sebagai firasat atau hanya mengembang lelah belaka. Ini adalah nyata dan harap. Bahwa perasaanku berharap mimpi itu akan nyata. Tapi kuatnya logika sudah meruntuhkannya. Sejak lama. 

(Sstt...just share....diambil dari kisah nyata..0.0)